Junko Furuta itu Adalah Siapa? – Banyak yang bertanya, siapa sebenarnya Junko Furuta itu? Berikut ini dalah kasus pelaku dan kisah lengkap yang akan kami sampaikan.
Junko Furuta adalah seorang siswi sekolah menengah atas (SMA) di Jepang yang menjadi korban salah satu kasus kejahatan paling mengerikan dalam sejarah modern negara tersebut.
Kisahnya yang tragis, yang di Jepang dikenal sebagai “kasus pembunuhan siswi SMA yang di kubur dalam beton” (joshikōsei konkurīto-zume satsujin jiken).
Melibatkan penculikan, pemerkosaan, penyiksaan, dan pembunuhan brutal yang dilakukan oleh sekelompok remaja laki-laki.
Latar Belakang dan Penculikan
Junko Furuta (Furota) killer baru berusia 17 tahun saat ia menjadi korban kejahatan keji ini.
Pada malam 25 November 1988, ia di culik oleh empat remaja laki-laki: Hiroshi Miyano (18 tahun), Jō Ogura (17 tahun), Shinji Minato (16 tahun), dan Yasushi Watanabe (17 tahun).
Penculikan terjadi saat Furita sedang dalam perjalanan pulang dari pekerjaan paruh waktunya.
Penyiksaan Selama 40 Hari
Setelah di culik, Junko Furuta ditahan di rumah salah satu pelaku di Adachi, Tokyo, dan disekap di sana selama kurang lebih 40 hari, dari 25 November 1988 hingga 4 Januari 1989.
Selama masa penyekapan tersebut, ia mengalami penyiksaan fisik dan seksual yang tak terbayangkan.
BACA JUGA: Kronologi Nicholas Christian Affandi yang Bunuh Diri di Sekolah Pahoa Gading Serpong
Penyiksaan yang di alaminya sangat ekstrem dan berkelanjutan. Para pelaku bergiliran melakukan pemerkosaan (termasuk perkosaan berkelompok) dan melakukan berbagai tindakan penyiksaan lain yang menyebabkan kerusakan parah pada tubuh Furuta.
Kondisinya memburuk drastis karena luka, dehidrasi, dan kurang gizi.
Dinding di sekitar rumah tempatnya di sekap seolah tidak berfungsi karena tidak ada orang di sekitarnya yang berani atau mau bertindak.
Parahnya lagi, untuk menutupi kejahatan mereka, para pelaku memaksa Furuta untuk menelepon orang tuanya dan mengatakan ia telah melarikan diri dan tidak perlu di cari.
Setelah kira-kira 20 hari, Furuta bahkan sudah tidak mampu berjalan karena luka-lukanya.
Ia mengalami pembengkakan wajah hingga sulit di kenali, dan luka-lukanya mulai mengeluarkan bau tidak sedap.
Pembunuhan dan Penemuan Jasad
Penyiksaan berlanjut hingga malam 4 Januari 1989. Setelah kalah dalam permainan mahjong malam sebelumnya, Miyano dan pelaku lainnya melampiaskan amarah mereka pada Furuta.
Mereka membakar wajahnya dengan lilin, memaksa Furuta meminum urinenya sendiri, dan memukulinya dengan sangat brutal menggunakan tinju dan bola besi untuk olahraga.
Setelah di pukuli dan di jatuhkan ke unit stereo, Furuta mulai kejang-kejang.
Para pelaku kemudian beramai-ramai memukul dan menjatuhkan bola besi ke perut Furuta berulang kali, hingga akhirnya ia meninggal akibat luka dan trauma parah.
Untuk menghilangkan jejak, para pelaku memasukkan jasad Junko Furuta ke dalam drum besar yang kemudian di isi dengan semen beton dan di buang di Kōtō, Tokyo.
Penemuan jasad yang di kubur dalam beton inilah yang membuat kasus ini mendapat nama spesifik di Jepang.
Hukuman Bagi Para Pelaku
Setelah kejahatan mereka terungkap, keempat pelaku di adili dan di nyatakan bersalah atas penculikan.
Dengan tujuan pelecehan seksual, penyekapan, pemerkosaan, penyerangan, pembunuhan, dan pembuangan mayat.
Karena semua pelaku berusia di bawah 18 tahun pada saat kejahatan terjadi (kecuali Miyano, 18 tahun), mereka di adili di Pengadilan Anak.
Meskipun kejahatan yang dilakukan sangat keji, hukuman penjara bagi para pelaku relatif ringan, berkisar antara 7 hingga 20 tahun penjara, yang memicu kemarahan publik yang meluas.
Miyano menerima hukuman terpanjang 20 tahun. Orang tua salah satu pelaku kemudian membayar kompensasi kepada keluarga Furuta.
Kesimpulan
Kasus pembunuhan Junko Furuta adalah salah satu kejahatan paling gelap dan paling brutal di Jepang yang menarik perhatian.
Hal ini menimbulkan kontroversi besar, terutama terkait dengan ringan nya hukuman yang di berikan kepada pelaku remaja.
Kasus ini menjadi pengingat yang menyakitkan akan bahaya kekerasan ekstrem.
Sehingga dapat memicu tuntutan publik untuk hukuman yang lebih berat dan reformasi sistem peradilan remaja di Jepang.
Kisah Junko Furuta adalah kisah horor yang nyata, sebuah simbol penderitaan yang tak terlukiskan.












