PT SGSR Tapteng Kebun Manduamas Tapanuli Milik Siapa? – Dalam beberapa waktu terakhir, nama PT SGSR mendadak menjadi perbincangan hangat, terutama setelah munculnya video peninjauan lahan kelapa sawit di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Publik pun ramai menanyakan PT SGSR milik siapa, bagaimana legalitas pengelolaan lahannya, serta apa dampaknya terhadap masyarakat sekitar dan lingkungan hidup.
Banyak sekali yang bertanya, PT SGSR Tapteng Kebun Manduamas Tapanuli Sirandorung itu adalah punya atau milik siapa? Cek info pemilik PT tersebut.
Untuk menjawab rasa penasaran tersebut, berikut ulasan lengkap terkait profil perusahaan, kepemilikan, hingga polemik lahan yang tengah disorot.
Profil Perusahaan PT Sinar Gunung Sawit Raya
PT Sinar Gunung Sawit Raya, atau yang lebih dikenal sebagai PT SGSR, merupakan perusahaan yang bergerak di industri pengolahan dan perkebunan kelapa sawit.
Perusahaan ini telah lama beroperasi di Kabupaten Tapanuli Tengah dan menjadi salah satu korporasi besar yang mengelola perkebunan sawit di wilayah tersebut.
BACA JUGA: PT Toba Pulp Lestari Tbk Luhut Milik Joseph Oetomo? INFO
Produktivitas perkebunannya mengalami naik turun setiap periode. Fluktuasi ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti umur tanaman, cuaca yang berubah-ubah, dan proses replanting atau penanaman kembali. Meski begitu, SGSR tetap menjadi salah satu pemain utama dalam rantai produksi kelapa sawit di kawasan itu.
PT SGSR Milik Siapa? Ini Jawaban Hukumnya
Pertanyaan mengenai pemilik PT SGSR akhirnya terjawab melalui dokumen hukum. Berdasarkan putusan Mahkamah Agung, perusahaan ini dipimpin dan dimiliki oleh Alinafiah Siregar.
SGSR juga tercatat sebagai bagian dari Mujur Group, sebuah kelompok usaha yang berdiri sejak 1 Mei 1985 dan berkantor pusat di Kota Medan.
Dalam struktur bisnisnya, PT SGSR mengoperasikan perkebunan sekaligus pabrik pengolahan sawit yang tersebar di beberapa titik di Tapanuli Tengah.
Lokasi dan Skala Perkebunan SGSR
Perusahaan ini mengelola lahan perkebunan sawit dengan status Hak Guna Usaha (HGU) seluas 6.957,06 hektar, yang seluruhnya berada di Kecamatan Manduamas, Tapanuli Tengah.
Selain perkebunan, SGSR juga mengoperasikan sebuah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Kecamatan Sirandorung.
Pabrik tersebut mulai beroperasi pada 2004 dengan kapasitas awal 30 ton tandan buah segar (TBS) per jam.
BACA JUGA: Pinnacle Company Pte. Ltd Adalah Milik Siapa? Info Ada
Seiring meningkatnya kebutuhan produksi, kapasitas pabrik di perluas menjadi 45 ton per jam. Luas area pabriknya mencapai 59,9 hektar.
Memasuki tahun 2020, sebagian besar tanaman sawit di lahan perusahaan sudah memasuki usia produktif, dan sebagian lainnya masih dalam tahap belum menghasilkan yang merupakan dampak dari proses peremajaan kebun.
Viralnya Video Peninjauan Lahan dan Tuduhan Penguasaan Ilegal
Nama SGSR semakin ramai di bahas setelah beredarnya video peninjauan lapangan oleh Masinton Pasaribu, Bupati Tapanuli Tengah, yang viral di platform X pada 2 Desember 2025.
Dalam video tersebut, Masinton menunjukkan sejumlah area di perkebunan SGSR yang di duga merupakan lahan seluas 451 hektar yang di kuasai tanpa izin.
Ia menilai lahan yang sebelumnya berupa kawasan hutan telah berubah menjadi kebun sawit secara tidak sah dan turut di kaitkan dengan bencana banjir bandang yang melanda beberapa daerah di Sumatera Utara.
Teguran dan Sikap Tegas Pemerintah Daerah
Masinton Pasaribu menegaskan bahwa tindakan pelanggaran tersebut tidak lagi bisa dinegosiasikan.
Ia siap menempuh jalur hukum apabila perusahaan terbukti melakukan penguasaan lahan secara ilegal.
Menurutnya, penanaman sawit di area tanpa izin masuk dalam kategori tindakan pidana.
Pemerintah daerah telah menutup ruang kompromi dan menyatakan bahwa seluruh pelanggaran akan di uji langsung melalui proses persidangan.
Dialog dengan Warga dan Upaya Penataan Perkebunan
Pemerintah Tapanuli Tengah juga mengadakan forum diskusi bersama masyarakat setempat pada 11 Juli 2025 di Aula Kantor Camat Sirandorung.
Pertemuan ini menjadi wadah bagi warga untuk menyampaikan keluhan terkait keberadaan dan pengelolaan perkebunan oleh SGSR.
Dalam pertemuan itu, Masinton menyampaikan bahwa sejak Juni 2025 pemerintah telah memanggil seluruh perusahaan sawit di kabupaten tersebut untuk mengevaluasi perizinan, dampak sosial, kontribusi terhadap masyarakat, dan kewajiban Corporate Social Responsibility (CSR).
Perusahaan yang tidak patuh bahkan di ancam akan di bawa ke satuan tugas perkebunan sawit, atau di usulkan agar pengelolaannya di ambil alih oleh negara.
Langkah Kantor Pertanahan untuk Penertiban Lahan
Kepala Kantor Pertanahan Tapanuli Tengah, Manaek Tua, mengajak warga untuk segera mendaftarkan dan mensertifikasi tanah milik mereka.
Selain itu, pihaknya menyatakan kesiapannya untuk melakukan pengukuran ulang HGU SGSR guna memastikan kecocokan antara izin yang di miliki perusahaan dan realitas lapangan.
Upaya ini di targetkan dapat merapikan permasalahan agraria di daerah tersebut dalam kurun waktu dua tahun.
Tuntutan Masyarakat kepada PT SGSR
Warga, melalui perwakilannya Kaira Malau, menyampaikan 12 tuntutan kepada PT SGSR. Beberapa di antaranya antara lain:
- pembongkaran jembatan yang mengganggu aliran sungai,
- penghapusan tanaman sawit di daerah aliran sungai,
- penyediaan kebun plasma,
- pembukaan akses jalan yang selama ini di tutup,
- pemberdayaan tenaga kerja lokal hingga 80%,
- ganti rugi atas kerusakan material maupun nonmaterial,
- pengakuan wilayah adat Manduamas sesuai ketentuan Permendagri Nomor 52 Tahun 2014.
Tuntutan-tuntutan ini di anggap sebagai langkah penting untuk memulihkan hubungan antara perusahaan dan warga setempat.
Kesimpulan
Isu terkait PT SGSR bukan hanya soal “perusahaan ini milik siapa,” tetapi juga menyangkut tata kelola lahan, perlindungan lingkungan, serta keadilan bagi masyarakat lokal.
Kepemilikan perusahaan kini telah jelas secara hukum, namun polemik yang muncul memperlihatkan bahwa pengawasan, penegakan aturan, dan transparansi menjadi tantangan terbesar.
Kasus SGSR menjadi contoh nyata bahwa konflik agraria di sektor perkebunan sawit masih sangat kompleks.
Penyelesaiannya memerlukan sinergi antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat agar pengelolaan lahan dapat berjalan secara legal, adil, dan berkelanjutan.












